1. IMAM AL-BUKHARI (194–256 H / 810-870M)
A.
Riwayat Hidup
Nama
lengkap Imam Al-Bukhari adalah Abu
Abdillah Muhammad ibn Ismail ibn Ibrahim ibn Mughirah ibn Bardizbah Al-Ju’fi
Al-Bukhari.Ju’fi adalah nama suatu daerah di negeri yaman, di mana kakek
Imam Al-Bukhari, Mighirah ibn Bardizbah
adalah seorang majusi yang kemudian menyatakan keislamannya di hadapan wali
kota yang bernama al-Yaman ibn Ahnas
Al-Ju’fi, yang karena itulah kemudian beliau dinasabkan dengan Al-ju’fi
atas dasar wala’ al-Islam.Adapun mengenai kakeknya, Ibrahim
bin al-Mughirah, Ibnu Hajar al-‘Asqalani mengatakan, “Kami tidak mengetahui
(menemukan) sedikit pun tentang kabar beritanya. ”Tentang ayahnya Imam Al-Bukhati, Ismail
bin Ibrahim, Ibnu Hibban telah menuliskan tarjamah (biografi)-nya dalam
kitabnya ats-Tsiqat (orang-orang yang
tsiqah/terpercaya) dan beliau mengatakan, “Ismail bin Ibrahim, ayahnya
al-Bukhari, mengambil riwayat (hadits) dari Hammad bin Zaid dan Malik. Dan riwayat
Ismail diambil oleh ulama-ulama Irak.” Al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani juga
telah menyebutkan riwayat hidup ismail ini di dalam Tahdzibut Tahdzib. Ismail
bin Ibrahim wafat ketika Imam al-Bukhari masih kecil.
Imam
Al-Bukhari adalah ulama hadits yang sangat masyhur, beliau kelahiran Bukhara
suatu kota di Uzbekistan, wilayah Uni Sovyet, yang merupakan simpang jalan
antara Rusia, Persia, Hindia dan Tiongkok. Beliau di lahirkan setelah shalat Jum’at, tanggal 13 Syawal 194
H atau 21 Juli 810 M.Beliau
dibesarkan dalam suasana rumah tangga yang ilmiah, tenang, suci dan bersih dari
barang-barang haram. Ayahnya, Ismail bin Ibrahim, ketika wafat seperti yang
diceritakan oleh Muhammad bin Abi Hatim, juru tulis al-Bukhari, bahwa aku
pernah mendengar Muhammad bin Kharasy mengatakan, “Aku mendengar bahwa Ahid
Hafs berkata, “Aku masuk menjenguk Ismail, bapaknya Abu Abdillah (al-Bukhari)
ketika beliau menjelang wafat, beliau berkata, “Aku tidak mengenal dari hartaku
barang satu dirham pun yang haram dan tidak pula satu dirham pun yang syubhat.”
Pada waktu masih kanak-kanak Imam
Al-Bukhari sudah hapal Tujuh Puluh Ribu (70.000) hadits di luar kepala. Dan
bahkan dengan hanya melihat kitab saja, beliau langsung hapal seluruh isi kitab
tersebut, masaALLAH.Sejak umur kurang lebih
10 tahun, beliau sudah hapal hadits dan menulisnya dengan banyak guru.
Berikut ini adalah pengakuannya “Aku telah menulis hadits tidak kurang dari
1080 orang ahli hadits/guru”, menurutnya Iman itu adalah ucapan dan tindakan
yang bisa bertambah dan juga bisa berkurang (di kutif dari syarah Asy
Syabarkhaiti ala al-Arba’in al-Nawawiyah). Ketika
beliau berusia 14 tahun, beliau sudah berhasil menampilkan kitab shahih
yang berisikan Enam Puluh Ribu (60.000) hadits. Setelah selesai menulis sebuah
hadits, beliau akan mandi kemudian sembahyang sebanyak dua rakaat. Pada usia 16 tahun, Imam Al-Bukhari
telah berhasil menghafal beberapa buah buku tokoh ulama yang prominen, seperti Ibnu Mubarok, Waki’
dan lain-lain. Beliau juga telah memperoleh
hadits dari beberapa huffadh, antara
lain Maky ibn Ibrahim, ‘Abdullah ibn ‘Usman Al-Marwazy’, ‘Abdullah ibn Musa
Al-‘Abbasy, Abu ‘Ashim Al-Saibany dan Muhammad ibn ‘Abdullah Al-Ashari.
Sedangkan ulama besar yang pernah mengambil hadits dari beliau, antara lain
Imam Muslim, Abu Zur’ah, Al-Tirmidzi, Ibnu Khuzaimah dan Al-Nasa’i.
Baliau
merantau ke negeri Syam, Mesir Jazirah sampai dua kali, ke Basrah empat kali,
ke Hijaz bermukim enam tahun dan pergi
ke Baghdad bersama-sama para ahli hadits yang lain sampai delapan kali. Imam
Al-Bukhari telah menuntut ilmu kepada ahli-ahli hadits yang popular pada masa
itu, di berbagai Negara, yaitu Hijaz, Syam, Mesir dan Irak.
Imam
Al-Bukhari meninggal dunia pada malam Selasa tahun 255 H, dalam usia 62 tahun
kurang 13 hari, dengan tidak meninggalkan seorang anak pun (menurut Prof. Dr.
Muhammad Alawi Al-Maliki, dalam bukunya Ilmu Ushul Hadits). Sedangkan ada
pendapat lain yang menerangkan bahwa Imam Al-Bukhari meninggal dunia pada hari
Jum’at malam Sabtu setelah sembahyang Isya’, bertepatan pada malam ‘Idul Fitri
1 Syawal 256 H atau 31 Agustus 870 M.
Dan kemudian beliau dikebumikan sehabis
sembahyang Dhuhur pada hari Sabtu, di
Khirtank, suatu kampung tidak jauh dari samarkan (menurut Drs. Munzier
Suparto, M.A, dalam bukunya Ilmu Hadits).
B.
Sekelumit
Cerita Tentang Imam Al-Bukhari
Pada suatu hari, ketika Imam
Al-Bukhari pergi ke Baghdad, para ulama hadits di Baghdad bersepakat untuk
menguji ulama muda yang mulai menanjak namanya. Mereka terdiri dari 10 orang
ahli hadits yang masing-masing akan mengutarakan 10 hadits yang susunan sanad
dan matannya telah ditukar-tukar untuk diujikan kepada beliau. Imam Al-Bukhari
diundang pada suatu pertemuan umum yang dihadiri juga oleh Muhadditsin dari dalam dan luar kota. Bahkan di undang pula ulama
dari Khurasan. Satu demi satu dari 10 ulama ahli hadits mengemukakan hadits
yang mereka persiapkan. Jawaban beliau terhadap setiap hadits yang dikemukakan
mulai dari penanya pertama sampai kepada penanya terakhir adalah “Saya tidak
mengetahuinya”. Mereka yang merencanakan pengujian itu, mengambil kesan bahwa
hafalan dan pengetahuan Imam Al-Bukhari tentang hadits minim dan lmah serta
jelek sekali.
Setelah
semua selesai membacakannya, kemudian Imam Al-Bukhari menerangkan dan
membetulkannya, dan kemudian mengembalikan sanad-sanad yang sudah di acak itu
sesuai dengan matan awal. Para ulama yang hadir tercengang dan terpaksa harus
mengakui kepandaian, ketelitian dan hafalannya dalam ilmu hadits.
- Terusirnya
Imam Al-Bukhari Dari Bukhara
Ghonjar
mengatakan dalam kitab Tarikhnya, “Aku mendengar Ahmad bin Muhammad bin Umar
berkata, “Aku mendengar Bakar bin Munir mengatakan, “Amir Khalid bin Ahmad
Adz-Dzuhail, amir penguasa Bukhara, mengirim utusan kepada Muhammad bin Ismail,
yang isinya, “Bawalah padaku kitab Jaami’ush Shahih dan at-Tarikh supaya aku
bisa mendengar dari kamu.” Maka, berkatalah al-Bukhari kepada utusan tersebut,
“Katakanlah kepadanya bahwa sesungguhnya aku tidak akan merendahkan ilmu dan
aku tidak akan membawa ilmuku itu ke hadapan pintu para sultan. Apabila dia
butuh (jika ilmu itu dikehendaki), maka hendaknya dia datang kepadaku di
masjidku atau di rumahku. Kalau hal ini tidak menyenangkan wahai sultan, maka
laranglah aku untuk mengadakan majlis ilmu, supaya pada hari kiamat aku punya
alasan di hadapan Allah bahwa aku tidak menyembunyikan ilmu.” Ghonjar
mengatakan, “Inilah yang menyebabkan terjadinya krisis di antara keduanya.”
Al-Hakim
berkata, “Aku mendengar Muhammad bin al-‘Abbas adh-Dhobby mengatakan, “Aku
mendengar Abu Bakar bin Abu Amr berkata, “Perginya Abu Abdillah al-Bukhari dari
negeri Bukhara disebabkan Khalid bin Ahmad Khalifah bin Thahir meminta beliau
untuk hadir di rumahnya supaya membacakan kitab at-Tarikh dan al-Jaami’ush
Shahih kepada anak-anaknya, tapi beliau menolak. Beliau katakan, “Aku tidak
mempunyai waktu jika hanya orang-orang khusus yang mendengarkannya
(mendengarkan ilmuku). Maka Khalid bin Ahmad meminta tolong kepada Harits bin
Abi al-Warqa` dan lainnya dari penduduk Bukhara untuk bicara mempermasalahkan
madzhabnya. Akhirnya Khalid bin Ahmad mengusir beliau dari Bukhara.
Demikianlah
sekelumit cerita tentang Imam Al-Bukhari, beliau juga pernah difitnah sebagai
orang yang mengatakan, bahwa bacaanku terhadap al-Qur’an adalah makhluk.
Padahal beliau tidak mengatakan demikian dan bahkan secara tegas beliau
membantah bahwa orang yang membawa berita tersebut adalah pendusta. Beliau
bahkan mengatakan, “Bahwa al-Qur’an adalah kalamullah bukan makhluk, sedangkan
perbuatan-perbuatan hamba adalah makhluk.” (Hadyu as-Sari Muqadimah Fathul Bari
bagian akhir halaman 490-491).
C.
Karya-Karya
Imam Al-Bukhari
1. Al-Jami’ Al-Musnad Al-Shahih
Al-Mukhtashr min Umur Rasulillah wa Sunanih wa Ayyamihi atau bisa disebut juga
“Shahih Al-Bukhari”. Kitab ini berisikan hadits-hadits shahih semuanya, ujarnya
: “Saya tidak memasukan dalam kitabku ini, kecuali shahih semuanya”. Jumlah
hadits yang ditulis dalam kitab ini ada yang mu’allaq dan muttabi’. Yang
mu’alaq sejumlah 1341 buah, dan yang muttabi’ sebanyak 384 buah (ini khilaf),
jadi seluruhnya berjumlah 8122 buah, di
luar yang maqthu’ dan mauquf. Sedang jumlah yang tulen saja, yakni tanpa
berulang, tanpa mu’alaq dan muttabi’ 2513 buah. Menurut jumhur ulama ahli
hadits, kitab Al-Jami’ merupakan kitab hadits yang paling shahih setelah
Al-Qur’an.
2. Qadhaya Al-Shahabah wa Al-Tabi’in.
Kitab ini dikarang ketika berusia 18 tahun, dan sekarang tidak ada kabar berita
tentang kitab tersebut.
3. Al-Tharikhu Al-Kabir (8 jilid)
telah tiga kali terbit dan tiga kali direvisi.
4. Al-Tharikhu Al-Ausath
5. Al-‘Adabu Al-Munfarid
6. Birru Al-Walidain
7. Karya lainnya adalah Qira’at Khalf
Al-Imam, Al-Tafsir Al-Kabir, Al-Musnad Al-Kabir, Al-Adab Al-Mufrad, Raf’
Al-Yadain, Al-Dhu’afa, Al-Jami’ Al-Kabir, Al-Asyribah.
D.
Kekaguman
para Ulama Tentang Keshahihan Imam Al-Bukhari
Kitab shahih Al-Bukhari telah
memperoleh penghargaan tinggi dari para ulama.
Terhadap kitabnya, mereka telah memberikan pernyataan, bahwa shahih All-Bukharu adalah satu-satunya
kitab yang paling shahuh sesudah Al-Qur’an. Contoh Kekaguman Orang terhadap Al-Imam
al-Bukhari rahimahullah, merupakan barometer bagi guru-gurunya dan manusia yang
tahu dan hidup pada zamannya maupun sesudahnya. al-Imam al-Hafizh adz Dzahabi
dan al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani telah menyebutkan secara khusus tentang
pujian dan jasa-jasa beliau dalam kitabnya masing-masing. Adz-Dzahabi dalam
Tadzkiratul huffaazh dan Ibnu Hajar dalam Tahdzibut Tahdzib.
Berikut ini beberapa contoh pujian
dan kekaguman mereka. Muhammad bin Abi Hatim mengatakan, bahwa aku mendengar
Yahya bin Ja’far al-Baikundi berkata, “Seandainya aku mampu menambahkan umur
Muhammad bin Ismail (al-Bukhari) dengan umurku, niscaya aku lakukan sebab
kematianku hanyalah kematian seorang sedangkan kematiannya berarti lenyapnya
ilmu.” Raja’ bin Raja’ mengatakan, “Dia, yakni al-Bukhari, merupakan satu ayat
di antara ayat-ayat Allah yang berjalan di atas permukaan bumi.” Abu Abdullah
al-Hakim dalam Tarikh Naisabur berkata, “Dia adalah Imam Ahlul hadits, tidak
ada seorang pun di antara Ahlul Naql yang mengingkarinya.”
I 2. IMAM MUSLIM (204-261 H / 820-875 M)
A. Riwayat Hidup
Nama
lengkap Imam Muslim adalah Abu Al-Husain
Muslim ibn Hajjaj ibn Muslim Al-Qusyairi Al-Naisabury. Beliau dinisbatkan
kepada Naisabury kerena beliau adalah putra kelahiran Naisabur, beliau juga
dinisbatkan kepada nenek moyangnya Qusyair ibn Ka’ab ibn Rabi’ah ibn Sha-sha’ah
keluarga bangsawan besar. Imam Muslim adalah salah seorang di antara panji-panji
ahli hadits yang berkedudukan sebagai Imam, Hafidz, dan kuat posisinya.
Menurut
Al-Hafidz Ibnu Al-Ba’i dalam kitabnya ‘Ulamau Al-Anshari’, bahwa Imam Muslim di
lahirkan di Naisabur pada tahun 206 H atau 820 M yakni kota kecil di Iran
bagian Timur Laut. Beliau di besarkan dalam lingkungan keluarga berpendidikan
yang haus akan ilmu hadits. Akibat karakternya yang terbentuk dalam lingkungan
keluarga yang demikian itu, telah mendorongnya menuntut ilmu kepada guru-guru
yang memiliki nama besar di Negara-negara Islam. Di Khurasan (Iran), beliau
berguru kepada Yahya dan Ishan bin Rahuya. Di Rayyi beliau belajar Ilmu hadits
kepada Muhammad bin Mihran. Di Irak beliau belajar ilmu hadits kepada Ahmad bin
Hambal dan Abdullah Bin Maslamah. Dan di Hijaz beliau berguru Hadits kepada Amr
bin Sawad dan Hamalah bin Yahya.
Imam
Muslim juga mempunyai guru hadits sangat banyak sekali, diantaranya adalah:
Usman bin Abi Syaibah, Abu Bakar bin
Syaibah, Syaiban bin Farukh, Abu Kamil al-Juri, Zuhair bin Harab, 'Amar
an-Naqid, Muhammad bin Musanna, Muhammad bin Yasar, Harun bin Sa'id al Aili,
Qutaibah bin sa'id dan lain sebagainya.
Imam
Muslim wafat pada hari Ahad sore bulan Rajab 261 H atau 875 M, dan dikebumikan
pada hari senin di kampung Nasr Abad daerah Naisabur. Beliau wafat dalam usia
55 tahun.
B. Kehidupan
dan Pengembaraannya
Kehidupan Imam Muslim penuh dengan kegiatan mulia. Beliau
merantau ke berbagai negeri untuk mencari hadits. Dia pergi ke Hijaz, Irak,
Syam, Mesir dan negara-negara lainnya. Dia belajar hadits sejak masih kecil,
yakni mulai tahun 218 H. Dalam perjalanannya, Muslim bertemu dan berguru pada
ulama hadis.
Imam Muslim berulangkali pergi ke Bagdad untuk belajar hadits, dan kunjungannya yang terakhir tahun 259 H. Ketika Imam Bukhari datang ke Naisabur, Muslim sering berguru kepadanya. Sebab dia mengetahui kelebihan ilmu Imam Bukhari. Ketika terjadi ketegangan antara Bukhari dengan az-Zuhali, dia memihak Bukhari. Sehingga hubungannya dengan az-Zuhali menjadi putus. Dalam kitab syahihnya maupun kitab lainnya, Muslim tidak memasukkan hadits yang diterima dari az-Zuhali, meskipun dia adalah guru Muslim. Dan dia pun tidak memasukkan hadits yang diterima dari Bukhari, padahal dia juga sebagai gurunya. Bagi Muslim, lebih baik tidak memasukkan hadits yang diterimanya dari dua gurunya itu. Tetapi dia tetap mengakui mereka sebagai gurunya.
C. Karya-karya
Imam Muslim
Imam
muslim mempunyai kitab hasil tulisannya yang jumlahnya cukup banyak. Di
antaranya adalah :
1. Al-Jamius Syahih yang judul aslinya,
Al-Musnad Al-Shahih Al-Mukhtashar min Al-Sunan ibn Naql Al-‘Adl ‘an Al-‘Adli
‘an Rasul Allah. Kitab shahih ini berisikan 7273 buah hadits, termasuk dengan
yang terulang. Kalau di kurangi dengan hadits-hadits yang terulang tinggal 4000
buah hadits.
2. Al-Musnadul Kabir Alar Rijal
3. Kitab al-Asma' wal Kuna
4. Kitab al-Ilal
5. Kitab al-Aqran
6. Kitab Sualatihi Ahmad bin Hanbal
7. Kitab al-Intifa' bi Uhubis Siba'
8. Kitab al-Muhadramain
9. Kitab Man Laisa Lahu illa Rawin
Wahidin
10. Kitab
Auladus Sahabah
11. Kitab
Auhamul Muhadisin.
12. dll.
Kitabnya yang paling terkenal sampai
kini ialah Al-Jamius Syahih atau Syahih Muslim. Di antara kitab-kitab di atas
yang paling agung dan sangat bermanfaat luas, serta masih tetap beredar hingga
kini ialah Al Jami’ as-Sahih, terkenal dengan Sahih Muslim. Kitab ini merupakan
salah satu dari dua kitab yang paling sahih dan murni sesudah Kitabullah. Kedua
kitab Sahih ini diterima baik oleh segenap umat Islam. Imam Muslim telah
mengerahkan seluruh kemampuannya untuk meneliti dan mempelajari keadaan para
perawi, menyaring hadits-hadits yang diriwayatkan, membandingkan riwayat
riwayat itu satu sama lain. Muslim sangat teliti dan hati-hati dalam
menggunakan lafaz-lafaz, dan selalu memberikan isyarat akan adanya perbedaan
antara lafaz-lafaz itu. Dengan usaha yang sedemikian rupa, maka lahirlah kitab
Sahihnya. Bukti kongkrit mengenai keagungan kitab itu ialah suatu kenyataan, di
mana Muslim menyaring isi kitabnya dari ribuan riwayat yang pernah didengarnya.
Diceritakan, bahwa ia pernah berkata: "Aku susun kitab Sahih ini yang
disaring dari 300.000 hadits."
Diriwayatkan dari Ahmad bin Salamah, yang berkata : "Aku menulis bersama Muslim untuk menyusun kitab Sahihnya itu selama 15 tahun. Kitab itu berisi 12.000 buah hadits. Dalam pada itu, Ibn Salah menyebutkan dari Abi Quraisy al-Hafiz, bahwa jumlah hadits Sahih Muslim itu sebanyak 4.000 buah hadits. Kedua pendapat tersebut dapat kita kompromikan, yaitu bahwa perhitungan pertama memasukkan hadits-hadits yang berulang-ulang penyebutannya, sedangkan perhitungan kedua hanya menghitung hadits-hadits yang tidak disebutkan berulang. Imam Muslim berkata di dalam Sahihnya: "Tidak setiap hadits yang sahih menurutku, aku cantumkan di sini, yakni dalam Sahihnya. Aku hanya mencantumkan hadits-hadits yang telah disepakati oleh para ulama hadits." Imam Muslim pernah berkata, sebagai ungkapan gembira atas karunia Tuhan yang diterimanya: "Apabila penduduk bumi ini menulis hadits selama 200 tahun, maka usaha mereka hanya akan berputar-putar di sekitar kitab musnad ini."
Ketelitian dan kehati-hatian Muslim terhadap hadits yang diriwayatkan dalam Sahihnya dapat dilihat dari perkataannya sebagai berikut : "Tidaklah aku mencantumkan sesuatu hadits dalam kitabku ini, melainkan dengan alasan; juga tiada aku menggugurkan sesuatu hadits daripadanya melainkan dengan alasan pula." Imam Muslim di dalam penulisan Sahihnya tidak membuat judul setiap bab secara terperinci. Adapun judul-judul kitab dan bab yang kita dapati pada sebagian naskah Sahih Muslim yang sudah dicetak, sebenarnya dibuat oleh para pengulas yang datang kemudian. Di antara pengulas yang paling baik membuatkan judul-judul bab dan sistematika babnya adalah Imam Nawawi dalam Syarahnya.
D. Pujian para Ulama
Apabila Imam Bukhari sebagai ahli hadits nomor satu, ahli tentang ilat-ilat (cacat) hadits dan seluk beluk hadits, dan daya kritiknya sangat tajam, maka Imam Muslim adalah orang kedua setelah Bukhari, baik dalam ilmu, keistimewaan dan kedudukannya. Hal ini tidak mengherankan, karena Imam Muslim adalah salah satu dari muridnya. Al-Khatib al-Bagdadi berkata: "Muslim telah mengikuti jejak Bukhari, mengembangkan ilmunya dan mengikuti jalannya." Pernyataan ini bukanlah menunjukkan bahwa Muslim hanya seorang pengikut saja. Sebab ia mempunyai ciri khas tersendiri dalam menyusun kitab, serta memperkenalkan metode baru yang belum ada sebelumnya.
Imam Muslim mendapat pujian dari ulama hadis dan ulama lainnya. Al-Khatib al-Bagdadi meriwayatkan dari Ahmad bin Salamah, katanya "Saya melihat Abu Zur'ah dan Abu Hatim selalu mengutamakan Muslim bin al-Hajjaj dari pada guru-guru hadits lainnya. Ishak bin Mansur al-Kausaj berkata kepada Muslim: "Kami tidak akan kehilangan kebaikan selama Allah menetapkan engkau bagi kaum muslimin."
Ishak bin Rahawaih pernah mengatakan: "Adakah orang lain seperti Muslim?". Ibnu Abi Hatim mengatakan: "Muslim adalah penghafal hadits. Saya menulis hadits dari dia di Ray." Abu Quraisy berkata: "Di dunia ini, orang yang benar- benar ahli hadits hanya empat orang. Di antaranya adalah Muslim." Maksudnya, ahli hadits terkemuka di masa Abu Quraisy. Sebab ahli hadits itu cukup banyak jumlahnya.
E.
Keutamaan Shahih Al-Bukhari terhadap
Shahih Muslim
Sudah di maklumi bahwa shahih
Al-Bukhari dan shahih Muslim merupakan dua kitab yang paling shahih sesudah
Al-Qur’an. Melalui kitab itu panji-panji sunnah menjadi lebih berkibar, lebih
intens perspektifnya, lebih melebar perkembangannya pada masa-masa sesudahnya,
karena pengaruh kedua kitab shahih itu terhadap orang-orang yang datang
sesudahnya. Eksitensi kedua kitab itu telah membuktikan adanya gerakan
menghimpun dan meriwayatkan hadits pada masa Al-Bukhari dan Muslim, sehingga
derajat kedua kitab itu tidak bisa ditandingi oleh karya imam-imam hadits yang
dating sesudahnya.
Mengenai perbandingan antara shahih
Al-Bikhari dan shahih Muslim, Imam An-Nawawi di dalam pendahuluan kitab Syarah
Shahih Muslim, mengatakan, “Para ulama telah bersesuaian pendapat bahwa
kitab-kitab yang paling shahih sesudah Al-Qur’an ialah dua kita shahih, pertama
Shahih Al-Bukhari dan kedua Shahih Muslim, dan kedua kitab itu telah di terima
oleh seluruh umat Islam.
Kita Shahih Al-Bukhari adalah paling
shahih, banyak mengandung faedah dan pengetahuan di antara kedua kitab
tersebut. Adalah shahih riwayat yang menyebutkan, bahwa Imam Muslim mengambil
faedah dari shahih Al-Bukhari. Imam Muslim sendiri telah mengakui, Al-Bukhari
sebagai orang yang tidak ada bandingannya dalam bidang ilmu hadits. Pendapat
An-Nawawi itu juga dikuatkan oleh pernyataan Imam Muslim sendiri terhadap
Al-Bukhari, “Tidak ada orang yang marah kepadamu (Al-Bukhari) kecuali orang
yang dengki, dan aku bersaksi bahwa di dunia ini tidak ada orang yang
sepertimu.
Imam Al-Dzahabi berkata, “Bahwasanya
shahih Al-Bukhari adalah satu-satunya kitab Islam yang paling utama setelah
Al-Qur’an. Karenanya, sekiranya ada seseorang berpergian jauhsampai beribu-ribu
pos hanya semata-mata untuk mendengarkan Shahih Al-Bukhari, niscaya
kepergiannya itutidak sia-sia.”
Ibnu Hajar berkata, “Para ulama
sepakat mengakui Al-Bukhari lebih mulia dari Muslim, karena Muslim adalah
lulusannya, dia senantiasa mengambil faedah dari Al-Bukhari dan mengikuti
jejak-jejeknya. Al-Daaruquthni berkata, “Bahwa apa yang dilakukan Muslim
mengambil dari Shahih Al-Bukhari. Dan karena itu, Muslim memduduki posisi
meriwayatkan dari Al-Bukhari dengan menambahkan beberapa tambahan.
Akan tetapi terlepas dari itu semua,
kita sebagai orang yang sedang mempelajari Ilmu Hadits harus meyakini bahwa
Shahih Al-Bukahri dan Shahih Muslim adalah sumber hokum kedua setelah
Al-Qur’an.
Sebagaimana pernyataan seorang ulama
dalam syairnya yang berbunyi :
“Orang-orang berbeda pendapat
terhadap Al-Bukhari dan Muslim, siapa di antara
keduanya yang paling utama, maka aku berpendapat, jika Al-Bukhari lebih
utama, itu dari segi keshahihan haditsnya, dan jika Muslim lebih utama, itu
dari segi system penyusunannya.”
http://pai-umy.blogspot.com/2011/10/biografi-imam-al-bukhari-dan-imam.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar